Pada tulisan yang lalu saya telah menyinggung mengenai fenomena konsolidasi, sebelum menghitung konsolidasi, ada baiknya saya bahas terlebih dahulu mengenai filosofi dari hasil uji konsolidasi satu dimensi atau uji oedometrik.
Uji ini sendiri sesungguhnya digunakan untuk mengkalkulasi koefisien kompresi dan koefisien rekompresi
dari suatu sampel tanah, serta tentunya
yang merupakan koefisien konsolidasi.
Untuk memahami hasil uji konsolidasi atau uji oedometrik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami apa yang sebenarnya terjadi pada butiran tanah saat suatu tanah dibebani.
Bila apa yang terjadi pada butiran tanah saat dibebani telah kita pahami dengan baik, maka tidak sulit untuk memahami hasil uji konsolidasi yang akan saya bahas lebih lanjut nanti.
Fase elastik dan plastik
Sebagai pembuka, saya harus memperkenalkan terlebih dahulu mengenai perbedaan perilaku fase elastik dan plastik pada material. Ini krusial karena tanah bukanlah material yang elastik !! 😎
Fase elastik adalah fase dimana material mampu kembali ke kondisi awalnya tanpa “menyimpan” deformasi permanen saat dilakukan proses loading-unloading.
Pada gambar dibawah ini dapat kita lihat bahwa pada material elastik, garis fase loading dan unloading-nya berpotongan dan tidak menyisakan deformasi permanen sama sekali. Semua material yang tidak memenuhi persyaratan ini sesungguhnya tidak dapat dimodelisasi dengan model elastik.
Fase plastik adalah fase dimana material menyisakan deformasi permanen (strain hardening) saat dilakukan proses loading-unloading. Untuk mengetahui apakah material telah mencapai fase plastiknya, kita harus melakukan pengujian pada material.
Pada fase A-B pada gambar dibawah ini, material akan berperilaku elastik. Saat pembebanan diteruskan melalui titik B-C-D, yang kemudian unloading dilakukan di D-E, ternyata material menyisakan deformasi permanen (strain hardening) A-E, ini berarti bahwa material yang bersangkutan telah berada dalam fase plastik. Jika pembebanan dilanjutkan melalui E-D-F, maka pada suatu saat material akan failure pada titik F.
Perilaku material pada fase plastik sendiri bisa berupa hardening (garis B-C), softening (garis C-D), atau relatif konstan (D-F). Seperti terlihat pada gambar, saat fase hardening, maka tahanan dalam maksimal pada material akan bertambah, sedangkan sebaliknya saat fase softening, maka tahanan dalam maksimal material akan berkurang.
Mengapa saya menggarisbawahi tahanan dalam maksimal?
Ini penting, karena banyak orang yang berpikir sudah mengerti, namun sebenarnya belum benar-benar mengerti kurva tegangan-regangan pada kondisi plastis diatas 😛
Untuk menguji pemahaman dari kurva tersebut, saya coba ambil contoh berikut : Sebuah batang baja yang memiliki perilaku plastis seperti ditunjukkan pada kurva plastis diatas akan ditarik pada kedua ujungnya menggunakan inkremen tegangan hingga putus.
Pertanyaan saya sederhana… Apa yang terjadi pada material saat kita berikan tegangan luar lebih besar daripada tegangan dalam ultimit yang dicapai pada titik C ?
Perlu diketahui bahwa tegangan dalam material tidak mungkin melebihi nilai tegangan dalam ultimitnya. Ini berarti saat material dibebani tegangan luar yang lebih besar daripada tegangan dalamnya, maka material hanya akan mengalir (flow) alias regangan bertambah terus. Nilai tegangan dalam material akan berkorelasi dengan regangan yang terjadi tersebut.
Poin penting yang saya ingin katakan dari bagian ini adalah: Butiran tanah seperti semua material padat lainnya, karena ia bukan material yang purely elastic, maka saat dibebani ia akan berdeformasi dan pada akhirnya hancur menjadi butiran yang lebih kecil 😎
Hancurnya butiran tanah saat pemberian tegangan kompresi
Tegangan kompresi adalah tegangan yang besarnya sama pada ketiga arah prinsipal di sistem sumbu kartesian. Untuk mengetahui perbedaan tegangan kompresi dan deviatorik, dapat membaca pada tulisan saya sebelumnya.
Sebuah sampel tanah pasti memiliki suatu angka pori (void ratio) tertentu. Nilai angka pori ini penting karena nilai ini menunjukkan bahwa besarnya rasio pori terhadap solid atau dengan kata lain menggambarkan seberapa besar porositas tanah.
Angka pori didefinisikan sebagai rasio dari volume pori
pada kerangka solid tanah, terhadap volume kerangka solid tersebut
. Volume pori
pada kerangka solid tanah merupakan volume total dari fase likuid dan gas.
Untuk mendemonstrasikan bagaimana perilaku butiran tanah saat diberi tegangan kompresi, gambar dibawah ini menunjukkan sebuah sampel yang saya analogikan sebagai tanah.
Sampel tersebut dibentuk dari butiran yang berbentuk poligonal (anggap butiran tersebut adalah butiran tanah) dengan ukuran yang sama (monodisperse). Pada kondisi awal ini, sampel tersebut memiliki angka pori inisial .
Bila pada sampel diatas saya berikan tegangan kompresi, maka sampel tersebut akan memiliki deformasi volumik negatif (kontraksi/volume berkurang). Kontraksi yang terjadi pada sampel tanah dapat terjadi karena : (1) Deformasi dan failure dari butiran tanah; (2) Reorganisasi butiran tanah pada sampel tersebut
Pada saat tegangan kompresi tidak terlalu besar, maka butiran tanah hanya akan berdeformasi saja (tanpa failure). Kemudian akibat terjadinya deformasi pada sampel, maka tentu saja angka pori sampel akan berkurang, dari menjadi
. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.

Hubungan angka pori dan tegangan saat butiran tanah hanya berdeformasi kecil
Saat tegangan kompresi terus ditambah, butiran tanah tersebut akan mencapai fase plastis, dan suatu saat bila tegangan kompresi tersebut terus ditambah, maka butiran tanah tersebut akan hancur menjadi segitiga-segitiga penyusunnya seperti dibawah ini.
Bila pembebanan terus dilakukan tentu saja akan diperoleh semakin banyak butiran yang hancur. Pada saat butiran tanah mulai hancur, maka laju penurunan angka pori akan lebih cepat!!
Perlu diketahui bahwa pada sampel tanah yang sebenarnya, butiran yang telah hancur tersebut dapat hancur pula menjadi butiran penyusunnya yang lebih kecil.
Bila kita gambarkan fenomena diatas dalam kurva angka pori dan tegangan, maka akan diperoleh kurva sbb:
Kurva terakhir diatas menunjukkan bahwa akibat adanya kehancuran butiran, maka laju penurunan angka pori pada sampel akan berbeda antara fase awal dimana tidak ada butiran yang hancur dan fase dimana ada butiran-butiran yang mulai hancur
Seperti kita lihat juga pada kurva diatas, secara praktis kita akan miliki kurva bi-linear dengan gradien yang berbeda.
Pemahaman mengenai plastisitas dan hancurnya butiran tanah ini akan sangat memudahkan kita untuk menginterpretasi hasil dari uji konsolidasi/oedometer yang akan saya jelaskan lebih lanjut di postingan saya berikutnya. 😎
Informasi yang sangat penting kak.. Tengkyu..
boleh tanya gak? kalau tanah gersang, tu kan suka pecah berkelompok ya kak, fenomena itu disebabkan karena apa ya? kalau disebabkan karena kadar air berkurang, kenapa ada sisi yang menyatu dan ada sisi yang memisah? makasih kak 😀
Hello Pista, biasanya kalau tanah yang pecah-pecah, itu terkait dengan indeks plastisitas (PI) tanah yang tinggi.
Tanah yang demikian biasanya adalah tanah lempung yang mampu menyerap banyak air. Dia akan pecah-pecah saat musim kemarau dan akan mengembang (swell) saat musim penghujan.
Ini sebenarnya berkaitan dengan lapisan penyusun butiran lempungnya, misalnya kalau lempungnya terdiri dari montmorillonite, dia bisa menyerap banyak sekali air.
http://en.wikipedia.org/wiki/Montmorillonite
Segitu dulu aja ya, semoga membantu 😀