Over-Consolidation Ratio (OCR) atau dalam bahasa Indonesianya rasio overkonsolidasi merupakan salah satu parameter yang membedakan tanah dengan material lainnya. Sebagai pendahuluan sebelum membahas parameter ini, saya harus bercerita singkat mengenai perilaku tanah yang unik.
Apa bedanya tanah dengan material lainnya? 🙄
Singkatnya, tanah memiliki memori atas beban mekanik terbesar yang pernah dia terima seumur masa terbentuknya tanah tersebut.
Tanah selalu ingat beban terbesar yang pernah dia terima, meskipun beban ini diberikan puluhan, ribuan, atau bahkan jutaan tahun lalu. Informasi ini tetap tersimpan didalam tanah meskipun beban terbesar tersebut sudah tidak bekerja lagi pada tanah yang bersangkutan. 🙄
Sifat tanah yang unik ini dapat dipahami dengan mudah dengan melakukan dekompresi dan rekompresi pada uji konsolidasi.
Dekompresi & Rekompresi pada uji konsolidasi
Pada posting mengenai hancurnya butiran tanah, saya telah membahas bahwa akibat proses hancurnya butiran tanah, maka saat kita menambah beban pada uji konsolidasi kita akan memperoleh kurva yang relatif bilinear dibawah ini.
Apa yang terjadi bila tegangan diatas kita kurangi hingga nol (fase dekompresi)? Kita akan mendapatkan kira-kira kurva dengan bentuk seperti dibawah ini, dengan garis putus-putus menggambarkan fase dekompresi.
Bila kita putar kurva diatas 90 derajat berlawanan arah jarum jam, maka kita akan memperoleh kurva hubungan tegangan-regangan yang umum kita lihat!! Dengan kata lain, perubahan angka pori disini mengindikasikan perubahan regangan/deformasi dari sampel tanah. 😀
Dari kurva diatas kita juga lihat bahwa karena tanah telah mengalami fase plastis, maka setelah beban diangkatpun tanah tetap memiliki deformasi (atau disebut deformasi permanen). Akibatnya, angka pori setelah proses kompresi-dekompresi diatas akan lebih kecil dari angka pori awal sebelum uji.
Sekarang, apa yang terjadi bila sampel tanah yang sama kita bebani lagi (rekompresi)? Mudah ditebak, kita akan memperoleh kurva berwarna biru dibawah ini, perlu dicatat bahwa adalah tegangan terbesar yang diberikan ke tanah pada fase kompresi pertama diatas.
Pada fase rekompresi diatas, saat tegangan rekompresi lebih besar dari maka butiran tanah akan kembali mulai hancur, dan angka porinya akan turun lebih cepat dengan inkremen tegangan yang sama.
Dari fase rekompresi kita bisa pelajari bahwa, meskipun kita sebelumnya tidak mengetahui apa yang terjadi pada fase kompresi-dekompresi pertama, namun dengan melihat kurva rekompresi saja, kita bisa mengetahui besarnya tegangan .
Dengan kata lain, tanah memiliki memori mengenai tegangan terbesar yang pernah ia terima sebelumnya, yang mana secara physical sense, ini adalah nilai tegangan dimana butiran tanah akan mulai hancur menjadi butiran penyusunnya. 😎
Untuk suatu sampel tanah, tegangan terbesar yang sebelumnya pernah dipikul oleh tanah dinamakan juga tegangan prekonsolidasi.
Periode Glasial (Zaman es)
Sekarang kita bertanya-tanya, di zaman dahulu kan belum ada bangunan bertingkat, tapi mengapa ada banyak tanah-tanah yang sudah memiliki nilai tegangan prekonsolidasi yang signifikan?
Apakah karena tanah tersebut pernah diinjak-injak dinosaurus atau megafauna lainnya?
Hehehe, mungkin dinosaurus berkontribusi, tapi tidak signifikan.
Bumi yang sekarang ini kita pijak terbentuk kira-kira 4.54 milyar tahun lalu. Bumi telah melewati banyak fase mulai dari ditabrak bulan, dihujani meteor, munculnya lautan pertama, dsb. Tulisan menarik mengenai sejarah bumi bisa dilihat di wikipedia atau di situs pakdhe Rovicky.
Selama fase yang panjang ini, penelitian memperlihatkan bahwa setidaknya selama 800 ribu tahun terakhir, bumi telah berkali-kali mengalami fase panas-dingin.

Lapisan es di belahan bumi utara selama zaman es (sumber)
Pada periode dingin atau seringkali disebut zaman es/periode glasial tersebut, tebal lapisan es dipercaya bisa mencapai ribuan meter. Cat: Zaman es yang terakhir berakhir kira-kira 15000 tahun lalu dan kini kita sedang berada di “fase panas”.
Dengan kepadatan es sebesar (sumber), maka suatu permukaan tanah yang ditutupi oleh es setebal 1000 meter akan memikul tegangan sebesar:
Atau . Bandingkan dengan beban hidup dari lantai gedung untuk ruang arsip/toko buku (berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) yang “hanya” mensyaratkan beban hidup sebesar
. 😀
Ini artinya, selama fase glasial-lah kebanyakan tanah (kecuali di daerah ekuator) mengalami tegangan maksimal yang pernah mereka terima.
@___@