Di beberapa tulisan sebelumnya saya sudah membahas mengenai salah satu hal penting yang ingin diketahui dari proses konsolidasi, yaitu mengenai kecepatan konsolidasi.
Nah, di tulisan ini saya akan mulai mengenai hal kedua yang ingin diketahui dari proses konsolidasi, yaitu seberapa besar konsolidasi yang akan terjadi .
Sebenarnya besar konsolidasi ini bisa dihitung dengan menggunakan parameter elastik tanah (modulus oedometrik ), seperti sempat saya gunakan pada penurunan formula kecepatan konsolidasi. Namun disini: dengan informasi tegangan inisial yang ada pada suatu lapisan tanah
dan tegangan tambahan yang akan diberikan
, kita ingin mengkalkulasi besarnya settlement yang terjadi di tanah
.
Untuk mengkalkulasi , pada umumnya kita melakukan uji konsolidasi yang prinsipnya telah saya jelaskan di beberapa posting lalu.
Dari uji ini kita akan memperoleh kurva yang bilinear yang mana titik potong antara kedua kurva tersebut menyatakan tegangan terbesar yang pernah diterima material tanah, atau lebih dikenal dengan nama tegangan prekonsolidasi , yaitu kondisi dimana mulai terjadi kehancuran butiran tanah pada sampel seperti ditunjukkan gambar dibawah ini.
Kurva diatas pada umumnya digambarkan dalam –
dan kita akan memiliki dua jenis kondisi konsolidasi yang dikenal sebagai tanah terkonsolidasi normal dan tanah overkonsolidasi. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
Dari gambar diatas kita ketahui, bila tegangan total () yang akan diaplikasikan:
- Nilainya lebih kecil daripada
, atau
, maka kondisi ini diklasifikasikan sebagai tanah overkonsolidasi (overconsolidated soil). Rasio ini sering dikenal sebagai
(over consolidated ratio).
- Nilainya lebih besar daripada
, maka nilai
, sehingga
. Kondisi ini dikenal sebagai tanah terkonsolidasi normal (normally consolidated soil).
Perlu diketahui bahwa kita hanya tertarik mengetahui besarnya settlement maksimal yang dialami tanah, yaitu saat tegangan air pori sudah nol!! Ini artinya pada kalkulasi berikut kita asumsikan bahwa kondisi peralihan saat tanah memiliki telah terjadi.
Sebagai catatan tambahan, kondisi dimana dapat diartikan sebagai kondisi dimana beban dari luar belum semuanya ditanggung oleh matrik dari bagian solid dari tanah, atau dengan kata lain proses disipasi tegangan air pori masih terjadi (under consolidated soil).
Dari gambar sebelumnya kita bisa menghitung dua parameter berikut hasil uji konsolidasi:
- Index/koefisien kompresibilitas
dengan
- Index/koefisien rekompresi
dengan
Cat: dan
menyatakan besarnya tegangan di awal dan akhir pengamatan, baik pada fase tanah overkonsolidasi, maupun pada fase tanah terkonsolidasi normal.
Dengan mengetahui parameter diatas dan
, tegangan inisial
dan mengetahui berapa besarnya tambahan tegangan
yang akan diberikan ke tanah, kita bisa menghitung besarnya konsolidasi yang akan terjadi. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar diagram fase dibawah ini.

Diagram fase konsolidasi. Cat: warna biru = void (air+pori), warna arsir hitam = matriks solid tanah
Dari gambar diagram fase dari konsolidasi satu dimensi diatas kita miliki hubungan berikut:
Berikutnya cukup mudah, karena dari grafik hasil konsolidasi kita memiliki koefisien dan
, maka besar konsolidasi untuk beberapa kondisi dapat diformulasikan sbb:
- Untuk tanah overkonsolidasi (OCR>1) dengan
, maka
- Untuk tanah terkonsolidasi normal (OCR=1) dengan
, maka
- Bila kita memiliki
, namun dengan OCR=1, yaitu tanah yang mengalami overkonsolidasi dan kemudian terkonsolidasi normal, maka kita gabungkan kedua formula diatas menjadi:
PS: I’m back , setelah enam bulan belakangan mengurus penulisan laporan disertasi, akhirnya selasa kemarin (23/9/2014) melalui sidang terbuka, studi doktoral selama 3 tahun terakhir akhirnya “selesai” (meski manuskrip final masih harus dikoreksi sedikit disana-sini), but yes im a Doctor now 😎
congrats James!! udah jadi doktor
Thanks tom xD