Formulasi Uji Brazilian/Uji Belah (1) – Solusi Michell

Uji Brazilian adalah uji tarik tidak langsung, seringkali juga dikenal dengan nama uji belah. Setelah sebelumnya membahas secara singkat mengenai sejarah uji Brazilian, kali ini saya akan membahas formulasi uji tersebut.

Sebagai pengingat, ilustrasi dibawah ini menggambarkan bagaimana pembebanan tekan diberikan pada spesimen silinder di uji Brazilian. Dalam posisi ditidurkan, beban garis P diberikan pada spesimen hingga keruntuhan terjadi.

brazilian-skemaIlustrasi Uji Brazilian

Kuat tarik spesimen kemudian dikalkulasi dengan persamaan berikut:

f_t = \frac{2P}{\pi D L}

Pembahasan mengenai formulasinya akan cukup panjang, sehingga saya akan bagi menjadi dua bagian, dibagian pertama ini saya membahas mengenai solusi Michell yang merupakan solusi umum dari fungsi tegangan Airy untuk sistem koordinat silindrik. Di bagian kedua nanti, saya baru akan membahas mengenai superposisi solusi Flamant.

Review mengenai fungsi tegangan Airy pada sistem koordinat kartesian

Kunci untuk dapat mengkalkulasi kuat tarik spesimen pada uji Brazilian adalah mengetahui distribusi tegangan pada benda uji. Pada masa uji Brazilian ini dikembangkan, program bantu hitung yang berbasiskan elemen hingga atau beda hingga belum berkembang maju seperti sekarang, sehingga para ahli dimasa itu umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan analitis untuk memahami problem-problem mekanik.

Diantara teknik-teknik yang ada untuk mencari solusi dari suatu sistem yang dibebani, pada posting yang lalu saya sudah menjabarkan dengan cukup detail mengenai fungsi tegangan Airy. Pada tulisan ini saya akan menjelaskan bagaimana teknik ini digunakan untuk mencari solusi pembebanan uji Brazilian.

Secara prinsip, fungsi tegangan Airy dapat digunakan untuk menyelesaikan problem-problem 2 dimensi atau problem-problem 3 dimensi yang disederhanakan seperti plane stress, plane strain dan problem axisymmetric.

Fungsi tegangan Airy \varphi adalah fungsi skalar yang umumnya dijabarkan dalam persamaan polinomial atau harmonik. Isi fungsi ini bisa apa saja, dengan syarat memenuhi persamaan biharmonik. Persamaan biharmonik ini adalah persamaan yang didapat dari menggabungkan persamaan gerak/kesetimbangan, persamaan kompatibilitas dan persamaan konstitutif.

Pada sistem koordinat kartesian, hubungan antara fungsi tegangan Airy dan tegangan suatu sistem dihubungkan dengan persamaan berikut:

\sigma_{11}=\frac{\partial^2\varphi}{\partial x_2^2}

\sigma_{22}=\frac{\partial^2\varphi}{\partial x_1^2}

\sigma_{12}= -\frac{\partial^2\varphi}{\partial x_1 \partial x_2}

Suatu fungsi tegangan Airy yang memenuhi persamaan biharmonik pastilah menghasilkan solusi dari suatu problem. Lucunya, yang kita peroleh adalah solusinya terlebih dahulu tanpa mengetahui problem apa yang menjadi solusi fungsi tegangan tersebut (lihat contohnya di akhir tulisan saya yang lalu).

Nah, sekarang idenya begini, kalau kita masukkan suatu solusi umum (misal persamaan harmonik, persamaan polinomial) sebagai fungsi tegangan Airy, asalkan persamaan ini memenuhi persamaan biharmonik, maka secara teori kita bisa mendapatkan solusi dari semua problem yang mungkin ada.

Kemudian, bila kita ingin mencari solusi untuk problem khusus tertentu yang ingin kita pelajari, kita cukup masukkan kondisi batas dari problem yang kita miliki, maka kita sudah memiliki solusi distribusi tegangannya !! Inilah sebabnya di beberapa literatur, metode fungsi tegangan Airy dikenal juga dengan nama metode inverse.

Jadi, alasan utama kita menggunakan metode fungsi tegangan Airy adalah agar kita bisa memperoleh solusi distribusi tegangan pada kasus pembebanan uji Brazilian.

Review mengenai fungsi tegangan Airy pada sistem koordinat silindrik

Pada posting yang lalu mengenai fungsi tegangan Airy, saya sudah menjabarkan bagaimana kita bisa memperoleh persamaan biharmonik pada sistem koordinat kartesian sbb:

\frac{\partial^4\varphi}{\partial x_2^4}+\frac{2 \partial^4\varphi}{\partial x_1^2 \partial x_2^2}+\frac{\partial^4\varphi}{\partial x_1^4}=0

Selain menggunakan sistem koordinat kartesian, sebenarnya kita bisa juga menggunakan sistem koordinat lain seperti sistem koordinat silindrik (lihat gambar dibawah ini). Mengapa kita menggunakan sistem koordinat silindrik ini? Ini berkaitan dengan bentuk penampang spesimen uji Brazilian yang berupa lingkaran, besaran tegangan untuk kasus ini lebih mudah didefinisikan dengan sistem koordinat silindrik.

kartesian-silindrik

Komparasi sistem koordinat kartesian dan silindrik pada bidang 2D

Pada kasus sistem koordinat silindrik, mirip seperti di sistem koordinat kartesian, agar memenuhi persamaan gerak, hubungan fungsi tegangan Airy dan tegangan harus memenuhi tiga persamaan. Ketiga persamaan tersebut adalah sbb:

\sigma_{rr}=\frac{1}{r}\frac{\partial \varphi}{\partial r}+\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2 \varphi}{\partial \theta^2}

\sigma_{\theta\theta}=\frac{\partial^2 \varphi}{\partial r^2}

\sigma_{r\theta}=-\frac{\partial}{\partial r}(\frac{1}{r}\frac{\partial \varphi}{\partial \theta})

Kemudian, dengan cara yang sama seperti untuk kasus sistem koordinat kartesian, kita bisa peroleh juga persamaan biharmonik sistem koordinat silindrik sbb:

\nabla^4\varphi=(\frac{\partial}{\partial r^2}+\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r}+\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})^2 \varphi=0

Solusi Michell

Dari penjelasan diatas, sekarang kita sudah miliki hubungan fungsi tegangan Airy dan tegangan pada suatu problem mekanik untuk sistem koordinat silindrik beserta persamaan biharmoniknya.

Agar tidak lupa, saya ulang lagi ide dari pendekatan fungsi tegangan Airy, bila kita miliki suatu solusi umum sebagai fungsi tegangan Airy, asalkan persamaan ini memenuhi persamaan biharmonik, maka kita bisa mendapatkan solusi dari semua problem yang mungkin ada.

Untuk sistem koordinat silindrik, seorang ahli matematika dari Australia, John Henry Michell (1863-1940) dalam salah satu papernya yang terbit di tahun 1899, ia menjabarkan solusi umum dalam bentuk deret Fourier untuk sistem koordinat ini. Fungsi tegangan Airy \varphi yang dikemukakannya inilah yang kemudian dikenal dengan nama solusi Michell.

Untuk mendapatkan solusi Michell ini, pertama kita ambil suatu fungsi dalam bentuk yang umum sebagai fungsi tegangan Airy:

\varphi =f(r)e^{b\theta}

Sebagai catatan, fungsi diatas ditulis dalam dua variable sistem koordinat silindrik 2D, yaitu r dan \theta, sedangkan b adalah konstanta. Bentuk seperti ini lazim digunakan sebagai solusi umum untuk problem persamaan diferensial.

Sekarang masukkan fungsi tegangan Airy tersebut kedalam persamaan biharmonik silindrik

(\frac{\partial}{\partial r^2}+\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r}+\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})^2 \varphi=0

(\frac{\partial}{\partial r^2}+\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r}+\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2}) (\frac{\partial}{\partial r^2}+\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r}+\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2}) (f(r)e^{b\theta})=0

Dari proses mengalikan dari persamaan diatas, kita akan miliki 9 term sbb:

1. (\frac{\partial}{\partial r^2})(\frac{\partial}{\partial r^2})(f(r)e^{b\theta})=f''''e^{b\theta}

2. (\frac{\partial}{\partial r^2})(\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(f(r)e^{b\theta})=\frac{2}{r^3}f'e^{b\theta}-\frac{1}{r^2}f''e^{b\theta}-\frac{1}{r^2}f''e^{b\theta}+\frac{1}{r}f'''e^{b\theta}

3. (\frac{\partial}{\partial r^2})(\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})(f(r)e^{b\theta})=\frac{6}{r^4}b^{2}fe^{b\theta}-\frac{2}{r^3}b^{2}f'e^{b\theta}-\frac{2}{r^3}b^{2}f'e^{b\theta}+\frac{1}{r^2}b^{2}f''e^{b\theta}

4. (\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(\frac{\partial}{\partial r^2})(f(r)e^{b\theta})=\frac{1}{r}f'''e^{b\theta}

5. (\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(f(r)e^{b\theta})=-\frac{1}{r^3}f'e^{b\theta}+\frac{1}{r^2}f''e^{b\theta}

6. (\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})(f(r)e^{b\theta})=-\frac{2}{r^4}b^{2}fe^{b\theta}+\frac{1}{r^3}b^{2}f'e^{b\theta}

7. (\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})(\frac{\partial}{\partial r^2})(f(r)e^{b\theta})=\frac{b^2}{r^2}f''e^{b\theta}

8. (\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})(\frac{1}{r}\frac{\partial}{\partial r})(f(r)e^{b\theta})=\frac{b^2}{r^3}f'e^{b\theta}

9. (\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2})(\frac{1}{r^2}\frac{\partial^2}{\partial \theta^2}(f(r)e^{b\theta})=\frac{b^4}{r^4}fe^{b\theta}

Kalau kita jumlahkan semuanya kita akan peroleh:

e^{b\theta}(f''''+\frac{2}{r}f'''-\frac{1-2b^2}{r^2}f''+\frac{1-2b^2}{r^3}f'+\frac{b^2(4+b^2)}{r^4}f)=0

Cat: f'=\frac{\partial f}{\partial r}.

Persamaan diatas adalah persamaan diferensial biasa yang memiliki koefisien b dan r, persamaan jenis ini dikenal juga dengan nama persamaan Euler. Untuk menyederhanakan persamaan ini, kita dapat menggunakan metode penggantian variabel, dalam hal ini kita asumsi variabel r memiliki hubungan berikut:

r=e^x, dimana: \frac{dr}{dx}=e^x=r

Untuk mengganti penulisan fungsi diatas yang sudah dibuat dalam variabel r menjadi dalam variabel x, pertama kita kalkulasi turunan fungsi f terhadap variabel x ini:

1. Turunan orde 1

\frac{df}{dx}=\frac{df}{dr}\frac{dr}{dx}=\frac{df}{dr}r

2. Turunan orde 2

\frac{d^2 f}{dx^2}=\frac{d}{dx}\frac{df}{dx}

\frac{d^2 f}{dx^2}=\frac{d}{dx}(\frac{df}{dr}r)

\frac{d^2 f}{dx^2}=(\frac{d}{dx}\frac{df}{dr})r+\frac{df}{dr}\frac{dr}{dx}

\frac{d^2 f}{dx^2}=(\frac{d^2 f}{dr^2}\frac{dr}{dx})r+\frac{df}{dr}r

\frac{d^2 f}{dx^2}=\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

3. Turunan orde 3

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d}{dx}\frac{d^2 f}{dx^2}

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d}{dx}(\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r)

\frac{d^3 f}{dx^3}=((\frac{d}{dx}\frac{d^2 f}{dr^2})r^2+2\frac{dr}{dx}\frac{d^2 f}{dr^2}r)+(\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r)

\frac{d^3 f}{dx^3}=(\frac{d^3 f}{dr^3}\frac{dr}{dx}r^2+2\frac{d^2 f}{dr^2}r^2)+(\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r)

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+3\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

4. Turunan orde 4

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d}{dx}\frac{d^3 f}{dx^3}

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d}{dx}(\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+3\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r)

\frac{d^4 f}{dx^4}=((\frac{d}{dx}\frac{d^3 f}{dr^3})r^3+3\frac{dr}{dx}\frac{d^3 f}{dr^3}r^2)+(3(\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+2\frac{d^2 f}{dr^2}r^2)+(\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r))

\frac{d^4 f}{dx^4}=(\frac{d^4 f}{dr^4}\frac{dr}{dx}r^3+3\frac{d^3 f}{dr^3}r^3)+(3(\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+2\frac{d^2 f}{dr^2}r^2)+(\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r))

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d^4 f}{dr^4}r^4+6\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+7\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

Dari kalkulasi turunan diatas, kita bisa mengkalkulasi f', f'', f''' dan f'''' sbb:

1. Dari hasil turunan orde 1

\frac{df}{dx}=\frac{df}{dr}r

\frac{df}{dr}=\frac{1}{r}\frac{df}{dx}

f'=\frac{1}{r}\frac{df}{dx}

2. Dari substitusi turunan orde 1 ke turunan orde 2

\frac{d^2 f}{dx^2}=\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

\frac{d^2 f}{dx^2}=\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dx}

\frac{d^2 f}{dr^2}=\frac{1}{r^2}(\frac{d^2 f}{dx^2}-\frac{df}{dx})

f''=\frac{1}{r^2}(\frac{d^2 f}{dx^2}-\frac{df}{dx})

3. Dari substitusi turunan orde 1 dan 2 ke turunan orde 3

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+3\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+3(\frac{d^2 f}{dx^2}-\frac{df}{dx})+\frac{df}{dx}

\frac{d^3 f}{dx^3}=\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+3\frac{d^2 f}{dx^2}-2\frac{df}{dx}

\frac{d^3 f}{dr^3}=\frac{1}{r^3}(\frac{d^3 f}{dx^3}-3\frac{d^2 f}{dx^2}+2\frac{df}{dx})

f'''=\frac{1}{r^3}(\frac{d^3 f}{dx^3}-3\frac{d^2 f}{dx^2}+2\frac{df}{dx})

4. Dari substitusi turunan orde 1, 2 dan 3 ke turunan orde 4

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d^4 f}{dr^4}r^4+6\frac{d^3 f}{dr^3}r^3+7\frac{d^2 f}{dr^2}r^2+\frac{df}{dr}r

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d^4 f}{dr^4}r^4+6(\frac{d^3 f}{dx^3}-3\frac{d^2 f}{dx^2}+2\frac{df}{dx})+7(\frac{d^2 f}{dx^2}-\frac{df}{dx})+\frac{df}{dx}

\frac{d^4 f}{dx^4}=\frac{d^4 f}{dr^4}r^4+6\frac{d^3 f}{dx^3}-11\frac{d^2 f}{dx^2}+6\frac{df}{dx}

\frac{d^4 f}{dr^4}=\frac{1}{r^4}(\frac{d^4 f}{dx^4}-6\frac{d^3 f}{dx^3}+11\frac{d^2 f}{dx^2}-6\frac{df}{dx})

f''''=\frac{1}{r^4}(\frac{d^4 f}{dx^4}-6\frac{d^3 f}{dx^3}+11\frac{d^2 f}{dx^2}-6\frac{df}{dx})

Sekarang tinggal substitusikan keempat hubungan diatas kedalam persamaan diferensial yang ingin kita sederhanakan:

e^{b\theta}(f''''+\frac{2}{r}f'''-\frac{1-2b^2}{r^2}f''+\frac{1-2b^2}{r^3}f'+\frac{b^2(4+b^2)}{r^4}f)=0

f''''+\frac{2}{r}f'''-\frac{1-2b^2}{r^2}f''+\frac{1-2b^2}{r^3}f'+\frac{b^2(4+b^2)}{r^4}f=0


(\frac{1}{r^4}(\frac{d^4 f}{dx^4}-6\frac{d^3 f}{dx^3}+11\frac{d^2 f}{dx^2}-6\frac{df}{dx}))+\frac{2}{r}(\frac{1}{r^3}(\frac{d^3 f}{dx^3}-3\frac{d^2 f}{dx^2}+2\frac{df}{dx}))-\frac{1-2b^2}{r^2}(\frac{1}{r^2}(\frac{d^2 f}{dx^2}-\frac{df}{dx}))

\frac{1-2b^2}{r^3}(\frac{1}{r}\frac{df}{dx})+\frac{b^2(4+b^2)}{r^4}f=0


\frac{1}{r^4}\frac{d^4 f}{dx^4}+(-\frac{6}{r^4}+\frac{2}{r^4})\frac{d^3 f}{dx^3}+(\frac{11}{r^4}-\frac{6}{r^4}-\frac{1-2b^2}{r^4})\frac{d^2 f}{dx^2}+(-\frac{6}{r^4}+\frac{4}{r^4}+\frac{1-2b^2}{r^4}+\frac{1-2b^2}{r^4})\frac{d f}{dx}

+\frac{b^2(4+b^2)}{r^4}f=0


\frac{d^4 f}{dx^4}-4\frac{d^3 f}{dx^3}+(4+2b^2)\frac{d^2 f}{dx^2}-4b^{2}\frac{df}{dx}+b^2(4+b^2)f=0

Akhirnya kita sampai juga di persamaan diatas, di buku-buku elastisitas yang kita jumpai umumnya tidak kita jumpai penurunan diatas, dari teknik penggantian variabel, hanya akan langsung diberikan persamaan diatas.

Dari persamaan ini, kita sudah dapat dengan mudah mengkalkulasi akar-akarnya. Pertama asumsikan bahwa fungsi f juga dapat dideskripsikan sbb:

f(x)=ce^{\zeta x}

Sehingga:

(\zeta^4-4\zeta^3+(4+2b^2)\zeta^2-4b^{2}\zeta+b^2(4+b^2))ce^{\zeta x}=0

\zeta^4-4\zeta^3+(4+2b^2)\zeta^2-4b^{2}\zeta+b^2(4+b^2)=0

(\zeta^2+b^2)(\zeta^2-4\zeta+4+b^2)=0

Maka akar-akarnya adalah:

\zeta_1=b

\zeta_2=-b

\zeta_3=2+b

\zeta_4=2-b

Disini penting kita catat bahwa bila b \ge 2 maka tidak ada akar yang berulang, sedangkan bila b=0 atau b=1, maka ada akar yang berulang.

Mengingat asumsi sebelumnya bahwa:

r=e^x

Maka:

f(x)=ce^{\zeta x}

f(r)=cr^{\zeta}

Bila kita asumsikan bahwa variabel b=in dimana variabel n adalah integer, maka menggunakan solusi yang kita sudah dapatkan, maka untuk kasus di bidang real kita bisa jabarkan fungsi f(r) sbb:

Untuk n \ge 2, f(r)=a_{n}r^{n}+b_{n}r^{-n}+c_{n}r^{2+n}+d_{n}r^{2-n}

Untuk n=0, f(r)=a_{0}r^{0}+b_{0}r^{0}+c_{1}r^{2+0}+d_{1}r^{2-0}

Untuk n=1, f(r)=a_{1}r^{1}+b_{1}r^{-1}+c_{1}r^{2+1}+d_{1}r^{2-1}

Perhatikan bahwa ada akar yang berulang disini. Kita bisa saja hapuskan konstanta dari akar yang berulang, namun pada beberapa kasus ini bisa menimbulkan ketidakakuratan.

Sebagai contoh, untuk kasus n=1, maka r^{n} dan r^{2-n} akan menghasilkan variabel yang sama, yaitu r. Agar bisa mendapatkan solusi yang akurat, kita perlu mencari limit dari n \to 1. Untuk itu, pertama-tama kita ambil suatu variabel \epsilon yang memiliki hubungan sbb:

n=\epsilon+1

Saat limit \epsilon \to 0, maka akar berulang dari solusi singular diatas dapat kita tulis sbb:

f(r) = Ar^{1+\epsilon}+Br^{1-\epsilon}

Kita bisa jabarkan persaman ini dalam bentuk lain sbb:

f(r) = C(r^{1+\epsilon}+r^{1-\epsilon})+D(r^{1+\epsilon}-r^{1-\epsilon})

Bila kita asumsikan bahwa ada konstanta lain E yang memiliki hubungan sbb:

D=E\epsilon^{-1}

Maka:

f(r) = C(r^{1+\epsilon}+r^{1-\epsilon})-E\epsilon^{-1}(r^{1+\epsilon}-r^{1-\epsilon})

Untuk kasus \epsilon \to 0 term pertama dan kedua persamaan diatas menghasilkan masing-masing:

\lim_{\epsilon \to 0} C(r^{1+\epsilon}+r^{1-\epsilon}) = 2Cr

\lim_{\epsilon \to 0} \frac{E(r^{1+\epsilon}-r^{1-\epsilon})}{\epsilon} = 2Er \ln r

Cat: Limit term kedua diperoleh menggunakan aturan L’Hopital.

Dapat kita lihat disini bahwa dengan menggunakan pendekatan limit, maka pada kasus ini, variabel r yang terdegradasi dapat diganti dengan variabel r\ln r

Dengan menggunakan teknik ini, persamaan solusi untuk f(r) dapat ditulis sbb:

Untuk b \ge 2, f(r)=a_{n}r^{n}+b_{n}r^{-n}+c_{n}r^{2+n}+d_{n}r^{2-n}

Untuk b=0, f(r)=a_{0}r^{0}+b_{0}\ln{r}+c_{0}r^{2}+d_{0}r^{2}\ln r

Untuk b=1, f(r)=a_{1}r^{1}+b_{1}r^{-1}+c_{1}r^{3}+d_{1}r \ln{r}

Selesai ?!! Hampir !! Ingat bahwa kita miliki 2 variabel dalam sistem koordinat silindrik r dan \theta, diatas kita baru masukkan variabel r.

Bila kita scroll keatas, variabel \theta dinyatakan dalam konstanta e^{b\theta}. Persamaan ini merupakan fungsi periodik yang dapat dijabarkan menggunakan formula Euler. Seperti kita ketahui, formula Euler sendiri dapat dinyatakan dalam persamaan trigonometri \sin\theta dan \cos \theta.

Mengingat:

\varphi=f(r)e^{b\theta}

Maka, bila kita rangkumkan, fungsi tegangan Airy untuk sistem koordinat silindrik dapat dituliskan sbb:

\varphi = A_{0}+B_{0}\ln{r}+C_{0}r^{2}+D_{0}r^{2}\ln r

+(A_{1}+B_{1}\ln{r}+C_{1}r^{2}+D_{1}r^{2}\ln r)\theta

+(A_{2}r+B_{2}r^{-1}+C_{2}r^{3}+D_{2}r \ln{r}+E_{2}r\theta)\cos\theta

+(A_{3}r+B_{3}r^{-1}+C_{3}r^{3}+D_{3}r \ln{r}+E_{3}r\theta)\sin\theta

+\sum_{n=2}^{\infty}(A_{4}r^{n}+B_{4}r^{-n}+C_{4}r^{2+n}+D_{4}r^{2-n})\cos(n\theta)

+\sum_{n=2}^{\infty}(A_{5}r^{n}+B_{5}r^{-n}+C_{5}r^{2+n}+D_{5}r^{2-n})\sin(n\theta)

Persamaan diatas inilah yang dikenal sebagai solusi Michell. Seringkali, dalam rangka menampilkan fungsi tegangan Airy yang seumum mungkin untuk sistem koordinat silindrik, ada beberapa variasi dalam solusi Michell yang ditulis dalam buku-buku elastisitas, namun bentuk diatas sudah mencakup bagian utama dari solusi Michell.

Di posting berikutnya, saya akan menggunakan solusi Michell diatas untuk mendapatkan distribusi tegangan di problem uji Brazilian dan menjabarkan bagaimana formula Brazilian tersebut dihitung !! :mrgreen:

Trackbacks

  1. […] ini menyambung posting yang lalu mengenai formulasi kuat tarik pada uji Brazilian. Uji Brazilian adalah uji tarik tidak langsung, sejarah singkat uji ini sudah saya tuliskan di […]

  2. […] umum dari fungsi tegangan Airy  untuk sistem koordinat silindrik dikenal dengan nama solusi Michell, lengkapnya adalah […]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: