Model Cam-Clay memiliki dua parameter, yaitu tegangan prakonsolidasi dan
gradient dari CSL (critical state line).
Dari posting yang lalu mengenai model Cam-Clay, kita sudah melihat kelebihan model ini yang mampu memodelkan efek stress history pada tanah yang direpresentasikan dengan parameter . Ini berarti, tidak seperti model Mohr-Coulomb, kondisi plastis di model Cam-Clay dapat tercapai hanya dengan pembebanan kompresi.
Namun dari posting tersebut kita belum melihat bagaimana pengaruh parameter dalam model Cam-Clay. Untuk memahami mengenai parameter ini, kita perlu memahami mengenai konsep critical state.
Kondisi kritis (critical state) adalah kondisi/perilaku tanah pada level deformasi yang tinggi, dimana besaran perubahan deformasi volumik tanah akan bernilai nol.
Untuk melihat bagaimana konsep critical state diaplikasikan dalam model Cam-Clay, ada baiknya kita melihat dahulu uji pemadatan yang berguna untuk mendapatkan kadar air optimum tanah. Pemahaman mengenai fenomena yang ada di uji pemadatan akan memudahkan kita nantinya untuk memahami konsep critical state.
Kadar air optimum dari uji pemadatan
Untuk memperoleh kadar air optimum di tanah kohesif, pada umumnya di laboratorium/lapangan bisa dilakukan uji Standard Proctor (ASTM D698) atau Modified Proctor (ASTM D1557). Uji Proctor ini sendiri diambil dari nama penggagasnya Ralph Roscoe Proctor (1894-1962), seorang insinyur dari AS.
R.R. Proctor (sumber)
Dalam uji Proctor, tanah dipadatkan dalam beberapa lapisan, pada tiap lapisan, tanah dipadatkan dengan hammer yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu dan jumlah tertentu seperti yang telah ditentukan dalam standar.
Hasil uji pemadatan adalah kurva hubungan antara kadar air dan kepadatan kering (lihat gambar dibawah ini).
Dari uji ini diperoleh data kepadatan kering maksimum (max dry density) yang berkorelasi dengan kadar air optimum (optimum water content).
Kepadatan maksimum ini biasanya dijadikan syarat untuk menentukan standar acceptance dari suatu tanah yang dipadatkan. Karena dalam prakteknya mencapai kepadatan kering maksimum ini sangat sulit, jadi biasanya persyaratannya sedikit diperlonggar, misalnya cukup 95% dari kepadatan kering maksimum.
Ini berarti, kepadatan kering maksimum yang memenuhi syarat dapat diperoleh dari suatu range kadar air tertentu seperti kita lihat dari gambar dibawah ini.
Dengan kata lain, kadar air optimum yang memenuhi standar acceptance kepadatan tersebut bisa diperoleh dari sisi kering (di kiri garis vertikal hijau) atau sisi basah (di kanan garis vertikal hijau) dari kurva diatas.
Meskipun suatu tanah dengan kadar air optimum dari sisi kering atau sisi basah tertentu diatas bisa memiliki dry density yang sama, keduanya memiliki perilaku yang berbeda saat dibebani.
Saat di-uji tekan tak terkekang (UCT – Unconfined Compression Test), tanah dari sisi kering kadar air optimum (dry of optimum) akan bersifat getas dengan kuat geser yang relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah dari sisi basah kadar air optimum (wet of optimum).
Sedangkan tanah dari sisi basah kadar air optimum (wet of optimum) tingkat kegetasannya tergantung dari metode kompaksi yang digunakan. Sebagai contoh gambar dibawah ini menunjukkan hasil uji UCT yang dilakukan oleh [Lee and Haley, 1968] yang diambil dari buku Foundation Engineering Handbook karangan Hsai Yang Fang.
Hubungan tegangan deviatorik (
) dan deformasi aksial
pada UCT.
Saat diuji triaksial CU (consolidated undrained), hasilnya bisa bervariasi tergantung besarnya tekanan kompresi. Bila tegangan kompresinya rendah, maka hasilnya bisa menyerupai kurva hasil uji UCT diatas. Namun secara umum, sampel dari dry of optimum akan getas, sedangkan sampel dari wet of optimum akan lebih deformable.
Namun bila tekanan kompresinya besar, maka studi menunjukkan bahwa tanah dari sisi basah atau sisi kering dari kadar air optimum, akan memiliki perilaku yang nyaris sama. Gambar dibawah ini menunjukkan hasil uji triaksial CU dengan tekanan kompresi 250 psi (1724 kPa) yang dilakukan oleh [Lee and Haley, 1968] yang juga diambil dari buku Foundation Engineering Handbook karangan Hsai Yang Fang. Dapat kita lihat bahwa besaran peak strength dari dry of optimum dan wet of optimum, nilai keduanya relatif berada dalam level yang sama.
Hubungan tegangan deviatorik (
) dan deformasi aksial
pada uji CU dengan tegangan kompresi 250 psi (1724 kPa).
Selain perbedaan perilaku hubungan tegangan-regangan diatas, tanah dari sisi kering/basah memiliki perbedaan-perbedaan lain yang berkaitan dengan orientasi struktur mineral lempung, yang akan mempengaruhi permeabilitas dan perilaku swell/shrinkage tanah, namun hal-hal tersebut diluar fokus bahasan di posting kali ini.
Critical state di model Cam-Clay
Bila kita rangkumkan hasil dari uji pemadatan diatas, kita bisa observasi hal-hal berikut:
- Suatu target kepadatan maksimum tertentu (e.g. 95%) bisa dicapai dari sisi basah atau sisi kering dari kadar air optimum.
- Tanah yang telah dipadatkan dari sisi basah dan sisi kering dari kadar air optimum memiliki perilaku yang berbeda. Pada tegangan kompresi rendah, sampel yang dipadatkan dari sisi kering akan lebih getas, sedangkan sebaliknya, sampel dari sisi basah akan lebih deformable.
Nah, kelebihan model Cam-Clay adalah kemampuan model tersebut untuk memodelkan fenomena diatas hanya menggunakan dua parameter saja!! 😀
Pertama-tama tentu kita harus sadari bahwa tegangan pra-konsolidasi untuk suatu tanah lempung tertentu tergantung dari stress history yang pernah diberikan. Ini berarti, untuk suatu tanah yang sama, tegangan pra-konsolidasi dari tanah yang dipadatkan baik dari sisi kering ataupun basah kadar air optimum besarnya akan relatif sama.
Namun perlu kita ingat, bahwa besaran tegangan pra-konsolidasi tidak hanya ditentukan oleh stress history. Tanah yang dipadatkan dari sisi kering akan memiliki kadar air yang lebih rendah, ini artinya, matric-suction tanah tersebut akan lebih tinggi yang artinya juga bahwa negative pore pressure-nya akan lebih besar. Penjelasan lebih lanjut bisa baca tulisan saya mengenai unsaturated soils terlebih dahulu.
Dengan negative pore pressure yang lebih besar, maka tanah yang dipadatkan dari sisi kering, secara efektif akan memiliki tegangan prakonsolidasi () yang lebih besar.
Bila kita asumsikan nilai tegangan prakonsolidasi untuk tanah yang dipadatkan dengan dry of optimum dan wet of optimum, masing-masing adalah dan
, maka menggunakan model Cam-Clay, kita bisa prediksi perilaku tanah di critical state-nya sbb:
1. Untuk uji kompresi tak terkekang ()
Perhatikan gambar dibawah ini:
- Kurva selubung berwarna merah dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan wet of optimum.
- Kurva selubung berwarna biru dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan dry of optimum.
Stress path untuk uji tekan tak terkekang menggunakan model Modified Cam-Clay.
Garis diagonal berwarna hitam adalah critical state line (CSL), kemiringannya ditentukan oleh parameter dari model Cam-Clay. Stress path dari UCT untuk kedua kondisi pemadatan yang telah dijabarkan diatas adalah sbb:
- A-C-A untuk pemadatan dry of optimum: Stress pathnya dimulai dari titik A, kemudian saat pembebanan deviatorik ditambahkan, maka akan mencapai kondisi plastis di titik C, kemudian bila pembebanan deviatorik diteruskan, maka stress path-nya akan kembali ke CSL (dalam hal ini titik A).
- A-B-A untuk pemadatan wet of optinum: Stress pathnya dimulai dari titik A, kemudian saat pembebanan deviatorik ditambahkan, maka akan mencapai kondisi plastis di titik B, kemudian bila pembebanan deviatorik diteruskan, maka stress path-nya akan kembali ke CSL (dalam hal ini titik A).
Bila digambarkan dalam hubungan stress-strain, maka kira-kira diperoleh kurva sbb:
Hubungan stress-strain untuk uji tekan tak terkekang.
Cat: Titik A dan A’ pada gambar stress path sebelumnya berpotongan di titik yang sama (titik A).
Dapat kita lihat, untuk UCT, baik pemadatan dry of optimum maupun wet of optimum akan menghasilkan strain softening, namun kurva stress-strain dari sampel yang dipadatkan dry of optimum akan lebih getas, ini sesuai dengan hasil eksperimen yang telah dijabarkan sebelumnya.
2. Untuk uji triaksial CU (low confinement )
Perhatikan gambar dibawah ini:
- Kurva selubung berwarna merah dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan wet of optimum.
- Kurva selubung berwarna biru dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan dry of optimum.
Stress path untuk uji triaksial CU (low confinement) menggunakan model Modified Cam-Clay.
Untuk fase kompresi, pertama-tama tanah dikompresi dengan tekanan (titik A-B), nilai ini masih lebih kecil daripada tegangan prakompresi
baik untuk kasus dry of optimum maupun wet of optimum.
Untuk fase deviatorik, stress path dari uji triaksial CU untuk kedua kondisi pemadatan yang telah dijabarkan diatas adalah sbb:
- B-E-D untuk pemadatan dry of optimum: Stress pathnya dimulai dari titik B, kemudian saat pembebanan deviatorik ditambahkan, maka akan mencapai kondisi plastis di titik E, kemudian bila pembebanan deviatorik diteruskan, maka stress path-nya akan kembali ke CSL (dalam hal ini titik D).
- B-C-D untuk pemadatan wet of optinum: Stress pathnya dimulai dari titik A, kemudian saat pembebanan deviatorik ditambahkan, maka akan mencapai kondisi plastis di titik C, kemudian bila pembebanan deviatorik diteruskan, maka stress path-nya akan kembali ke CSL (dalam hal ini titik D).
Bila digambarkan dalam hubungan stress-strain, maka kira-kira diperoleh kurva sbb:
Hubungan stress-strain untuk uji triaksial CU (low confinement).
Kurva diatas menggambarkan dengan jelas bagaimana kondisi critical state yang diperoleh pada eksperimen dapat dimodelkan pada model Cam-Clay (titik D). Jadi, tidak perduli dimana titik awal kondisi plastis dicapai, model Cam-Clay akan secara gradual menuju kondisi critical state-nya yang direpresentasikan dengan variabel (gradien dari CSL).
3. Untuk uji triaksial CU (high confinement )
Perhatikan gambar dibawah ini:
- Kurva selubung berwarna merah dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan wet of optimum.
- Kurva selubung berwarna biru dengan
adalah selubung keruntuhan untuk tanah yang dipadatkan dengan dry of optimum.
- Kurva selubung berwarna hijau adalah selubung keruntuhan baik untuk tanah yang dipadatkan dengan dry of optimum atau wet of optimum setelah pembebanan tekanan kompresi
.
Stress path untuk fase kompresi dari uji triaksial CU (high confinement) menggunakan model Modified Cam-Clay.
Untuk fase kompresi, pertama-tama tanah dikompresi dengan tekanan (kasus dry of optimum: titik A-C-D; kasus wet optimum: titik A-B-D), nilai ini sudah lebih besar daripada tegangan prakompresi
baik untuk kasus dry of optimum maupun wet of optimum, oleh karena itu selubung keruntuhannya akan membesar menjadi selubung yang berwarna hijau.
Stress path untuk fase deviatorik dari uji triaksial CU (high confinement) menggunakan model Modified Cam-Clay.
Untuk fase deviatorik, stress path dari uji triaksial CU untuk kedua kondisi pemadatan yang telah dijabarkan diatas adalah sbb: titik D-E, artinya disini hanya ada strain hardening saja.
Bila digambarkan dalam hubungan stress-strain, maka kira-kira akan dimiliki kurva sbb:
Hubungan stress-strain untuk uji triaksial CU (highconfinement).
Karena awal pembebanan deviatorik dimulai dari titik yang sama (titik D), baik untuk kasus pemadatan dry of optimum dan wet of optimum, hasil kurva tegangan regangannya secara teori akan berpotongan. Ini sesuai dengan hasil eksperimen yang telah saya tampilkan di awal tulisan tadi.
Penutup
Kemampuan model Cam-Clay (baik original maupun modified) untuk memodelkan kondisi kritis tanah membuat model yang hanya terdiri dari dua parameter ini sangat powerful!!! Untuk memahami formulasi post-yield-nya secara detail tentu pemahaman mengenai plastic potential dan flow rule sangat diperlukan, namun ini tidak saya bahas di rangkaian tulisan kali ini. 😎
Tinggalkan Balasan